Menjadi Figuran Film di Prancis, Siapa Takut?

Catatan Sita S. Phulpin

Sewaktu di Indonesia, tak pernah terbayang sebersit pun bersenggolan dengan dunia casting film. Selain saya tinggal jauh dari ibu kota, juga tak ada sama sekali latar belakang dunia perfilman. Jangankan casting, terlihat nongol di antara berita di TV saja tidak pernah.

Kalau sebatas mengorganisir acara pemutaran film dalam kerangka acara festival budaya, sih, sudah tidak asing lagi. Maklum, dulu saya bekerja di sebuah pusat kebuayaan Prancis, eh malah di Prancis saya punya kesempatan terlibat dalam pembuatan film.

Menjadi figuran bersama teman-teman Indonesia
(foto : Ucok Reborn)

Baru beberapa bulan tiba di Prancis, saat sedang mencari-cari pekerjaan, ada tawaran menjadi figuran film. Waktu itu seorang teman mengajak beberapa teman sesama orang Indonesia untuk menjadi figuran dalam sebuah film Prancis berjudul “Bébé à Bord” (2008). Tanpa berpikir panjang, dengan antusias saya ikut menjadi figuran. Kenapa tidak? Apalagi mendapat honor 95 euros kotor, berarti sekitar 75 euro bersih yang akan saya kantongi. Bekerja hanya empat jam saja, dan pikir saya paling-paling cuma ‘setor’ wajah dan badan tanpa harus berbicara apa pun. Untung-untung wajah bisa ikut nongol di layar lebar. Siapa tahu bisa jadi awal karir jadi bintang film. Hahaha. Boleh dong mengayal sedikit. Pekerjaan pertama di Prancis. Good sign, pikir saya.

Hari H tiba. Lokasi syuting di airport Charles de Gaule di Roisy, sekitar 23 km di utara Paris. Bersama teman-teman, bernagkatlah kami ke airport. Di tengah-tengah obrolan dan ketawa-ketiwi, tiba-tiba datang petugas kontrol kereta. Duaar! Saya kena denda 75 euros! Ternyata tiket yang saya pakai salah. Saat itu saya menggunakan tiket khusus untuk keluarga pegawai SNCF, perusahaan kereta api Prancis. Ternyata tarif ke bandara berbeda dibanding jika saya pergi ke daerah sub-urban lainnya. Demikian penjelasan petugas. Dengan kesal hati saya serahkan kartu debit pada petugas. Hiks. Menguap sudah calon honor saya. C’est la vie, nasib, begitu kata orang Prancis. Dalam hati saya menghibur, anggap saja ini harga sebuah pengalaman dan pemancing rejeki. Hati terhibur ketika setahun kemudian film tersebut ditayangkan di TV, sosok saya terlihat di layar kaca sepersekian detik, dan dari kejauhan! Hahaha.

Beberapa tahun kemudian, saya kembali medapat tawaran casting. Kali ini saya naik pangkat. Saya menjadi salah satu aktris untuk katalog elektronik iklan sebuah perusahaan minyak. Rupanya aksen Indonesia mengarah ke Jawa saat berbicara dalam bahasa Inggris membawa keberuntungan. Dari situ saya belajar untuk tidak minder dengan aksen sendiri. Tak perlu pura-pura menjadi orang lain. Ternyata rejeki datang justru saat kita menjadi diri kita sendiri. Kru film mencari beberapa orang yang berasal dari berbagai negara di mana perusahaan itu berada dengan aksen yang justru non-British maupun Amerika. Jadilah saya lolos tes. Honornya pun lumayan.

Terakhir, saya mendapat tawaran menjadi figuran sebuah film Prancis „“10 jours encore sans maman“ (Masih 10 Hari Lagi Tanpa Ibu) pada musim semi tahun 2022 lalu. Film itu dibintangi aktor dan aktris ternama seperti Franck Dubos dan Aure Atika, dua bintang film Prancis terkemuka. Tentu saja saya terima dengan antusias.

Film tersebut memerlukan figuran berwajah Indonesia maupun Asia Tenggara yang dalam ceritanya menjadi anggota keluarga dari Indonesia yang datang pada pesta pernikahan sang pengantin laki-laki yang menikah dengan adik bintang utama. Tapi sebelumnya, para figuran harus melewati beberapa seleksi. Mengirim foto format wajah dan format seluruh tubuh alias tampak kaki dengan mengenakan gaun pesta (milik sendiri) musim panas yang akan dikenakan saat syuting. Artinya, seleksi akan didasarkan selain pada wajah, juga pada baju yang dipakai. Tema baju telah ditentukan. Warnanya harus begini, tidak boleh begitu dan sebagainya.

Terus terang, tadinya saya ciut hati dan hampir mundur membaca syarat-syarat tersebut. Selain saya tidak punya banyak baju pesta, harus saya akui, wajah saya tidak fotogenik, tidak terlalu bisa berpose. Saya selalu merasa canggung jika foto seorang diri. Setelah membuat foto selfi seadanya dengan baju-baju yang seadanya juga, saya kirim juga foto-foto yang diminta. Ajaib, saya diterima. Kalau sudah rejeki tak akan lari ke mana.

Lokasi syuting di Château Meridon

Satu hal yang kurang asyik dalam syuting itu adalah lokasinya di chateau Meridon, sebuah puri yang dikitari ladang luas di daerah Saint-Remy-Lès-Chevreuse, di bagian selatan kabupaten Les Yvelines, sekitar 36 km selatan Paris. Lokasi tersebut selain jauh, juga sulit dijangkau kendaraan umum. Untunglah kru film menyediakan navette atau bis yang membawa para figuran dari di Porte d’Orleon di Paris ke tempat syuting. Selama syuting dua hari berturut-turut, para figuran harus berada di tempat syuting sejak pukul 07.00 pagi. Untuk mencapai tempat berkumpul, saya harus berangkat jam 04.30. Untunglah di Prancis, jaringan kendaraan umumnya sangat bagus, tersedia 24 jam. Jadwal metro beroperasi mulai jam 05.30 hingga jam 01.00. Di luar jam tersebut disediakan bis pengganti.

Dari pengalaman menjadi figuran, saya jadi tahu bahwa pembuatan film itu sedemikian detil. Semua orang yang tampak dari kejauhan dalam sebuah adegan film, yang tampaknya alami, semuanya adalah para figuran yang tak luput dari arahan sutradara dan kru film. Figuran-figuran yang tampak dari kejauhan itu juga harus ikut mengulang setiap adegan yang sama yang diulang berpuluh-puluh kali dengan sudut pengambilan yang berbeda-beda. Itu yang melelahkan. Lelah menunggu tepatnya, di samping bosan karena harus tetap siaga di area syuting. Setiap saat bisa diminta untuk terlibat dalam syuting sebuah adegan. Jika syuting seharian penuh, dan tak ada yang diajak mengobrol, buku menjadi teman terbaik.

Dalam pembuatan film, setiap posisi figuran dalam sebuah adegan ditandai. Figuran harus menempati posisi yang persis sama jika ada pengulangan adegan. Jika lanjutan sebuah adegan harus dilakukan pada hari berikutnya, para figuran harus mengenakan baju, dandanan rambut dan aksesoris yang persis sama. Bahkan para figuran dipesan untuk tidak keramas, agar kelepekan rambut sama seperti hari sebelumnya. Rinci sekali, kan.

Pelaksanaan syuting film juga sangat tergantung cuaca. Sang sutradari bisa saja tiba-tiba menghentikan sebuah adegan jika awan lewat begitu saja tanpa ‘kulonuwun’ menutupi matahar. Tak heran jika dalam sehari, sangat mungkin tak lebih dari 10 adegan yang bisa dilakukan. Bisa dibayangkan betapa memakan energi, waktu dan tentu saja biaya dalam sebuah pembuatan film panjang.

Bagi saya pengalaman menjadi figuran sangat menarik. Jika ada tawaran lagi, tentu saya tak menolak asal waktunya tidak bentrok dengan pekerjaan saya dan tempatnya masih terjangkau dengan relatif mudah dari tempat tinggal.

Prancis merupakan salah satu dari 10 negara utama penghasil film. Tahun 2021, setelah pandemi, tak kurang dari 340 film layar lebar diproduksi di Prancis di mana 264-nya adalah film Prancis sendiri. Jadi, banyak kesempatan jika ingin menjadi figuran film, baik film layar lebar, film seri televisi maupun film iklan. Terutama bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar yang sering dijadikan tempat syuting film, seperti Paris dan Marseille, Lyon, Nice, Montpellier dan lainnya.

Bagi yang tertarik menjadi figuran film, bisa menjelajah internet mencari situs figuran. Ada situs yang berbayar ada pula yang gratisan. Tentu saja yang berbayar memiliki kans lebih banyak mendapat tawaran.

Profil figuran film sangat beraneka ragam. Dari usia balita hingga pini sepuh, dari ibu rumah tangga, pensiunan hingga pegawai negeri sebuah kementerian! Tak perlu berkecil hati jika merasa kurang cakep. Sebuah film tidak melulu mencari wajah keren, kadang diperlukan wajah yang biasa-biasa saja, wajah semua orang istilahnya. Ada yang menjadikan kegiatan ini sebagai pengisi waktu, menambah penghasilan maupun menjadikannya sebagai pekerjaan utama.

Foto bersama aktor ternama Prancis Franck Dubosc

Beberapa figuran profesional yang saya kenal di area syuting setiap hari memantau internet untuk mendapatkan informasi casting yang ditawarkan oleh situs-situs yang diikutinya. Saat berlibur pun mereka melihat kemungkinan adanya syuting film di tempat berlibur atau bisa juga mereka menyesuaikan tempat berlibur dengan tempat syuting film di mana mereka akan terlibat di dalamnya. Menjadi figuran film memang sangat menarik, terlebih bagi mereka yang tidak menyukai pekerjaan rutin, karena selalu memperoleh pengalaman baru, teman baru dan kadang-kadang beruntung mendapat bonus berfoto ria dengan bintang-bintang film.

3 tanggapan untuk “Menjadi Figuran Film di Prancis, Siapa Takut?

  • 11 Februari 2023 pada 18 h 43 min
    Permalink

    Seru banget bacanya keren mbak Sita

    Balas
  • 13 Februari 2023 pada 7 h 25 min
    Permalink

    keren banget mbak sita, salam hormat untuk keluarga di Perancis

    Balas
  • 7 Maret 2023 pada 17 h 08 min
    Permalink

    Mau dong aku ikut main film makasih infonya siapa tahu di negara aku tinggal, Swedia juga ada nih

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *