Ali Charisma, Misinya Membawa Nama Desainer Indonesia Semakin Dikenal di Prancis

Catatan Sita

Sehari selepas acara peragaan dua acara peragaan busana bertajuk Front Row Paris dan INF2MOTION, saya mendapat kesempatan berbincang-bincang dengan Ali Charisma, ketua Indonesian Fashion Chamber.

Mas Ali, begitu pria rendah hati ini akrab disapa menjawab apa adanya, tidak ada kesan pretentious padahal namanya sudah mendunia. Berikut wawancara saya bersamanya.

Sita Phulpin (SP) : Apa tujuan menggelar acara peragaan busana ini?

Ali Charisma (AC) : Saya ingin mempromosikan para desainer muda Indonesia yang berkeinginan brand-nya dikenal di luar negeri. Namun demikian mereka tetap harus melalui tahap kurasi dan pendampingan.

Meskipun saya sangat sadar bahwa tahapan-tahapan, kualitas dan persiapan masing-masing desainer ini sangat berbeda-beda. Tapi tidak apa-apa. Karena untuk sukses di pasar internasional, desainer yang sangat siap secara desain pun belum tentu sukses menembus pasar global.

SP : Banyak faktor untuk berhasil memasuki pasar global, Jadi, faktor apa yang menentukan keberhasilan sebuah brand menembus pasar dunia?

AC : Tidak hanya kualitas desain dan bahan yang menentukan kesuksesan sebuah brand. Ada faktor lain yang juga menentukan, yaitu manajemen komunikasi dan finansial. Oleh karena itu kita harus open minded.

Karya Ali Charisma

SP : Bagaimana proses kurasi yang dilakukan IFC?

AC : Yang pertama adalah merekrut mereka yang tertarik mengikuti acara ini. Saat realisasi koleksinya kita mendampingi mereka agar hasil karyanya menjadi lebih baik. Menurut saya lebih baik kita melakukan pendampingan bagi mereka yang memiliki motivasi kuat daripada kita melalukan kurasi terlalu ketat di awal tapi mereka tak mempunyai keinginan untuk mengikuti peragaan busana ini. Menurut saya kemauan kuat itu merupakan modal yang sangat penting.

Karya SOFIE
Karya Michele Liu
Karya Yuma

SP : Apa target pelaksanaan Front Row ini ?

Ivan Gunawan dengan karyanya

Sebenarnya event kemarin malam adalah Front Row ke-4. Yang pertama digelar tahun 2018. Lalu terpaksa break karena covid melanda. Baru kemudian digelar lagi tahun 2022, dan sekarang 2023. Kita berusaha selalu memperbaiki diri sehingga dari tahun ke tahun makin baik. Target saya tahun ini selain mempromosikan para desainer juga terjadi transaksi guna membantu teman-teman menjual produknya. Oleh karena itu selain peragaan busana dibuka juga pop-up store (red.: toko/butik tak tetap) di salon Napoleon, di samping Salon Imperiale. Dari acara kemarin itu, ada buyer dari Timur Tengah, Belanda, Inggris dan Prancis sendiri Ada show room di Paris menawarkan kerja sama.

SP : Bagaimana hasil penjualan kemarin?

AC : Terus terang saya tidak punya target khusus, Namun tahun ini saya gembira karena secara retail, hasil penjualan kemarin lebih bagus dari pada tahun sebelumnya, Sayangnya waktu penjualannya sangat singkat. Setelah fashion show bagian ke-2 (malam hari), para desainer harus segera membereskan segala hal termasuk stand mereka di pop-up store karena waktu sudah habis. Lain kali saya akan memperpanjang jangka waktu pop-up store. Jadi nantinya setelah peragaan busana ada waktu bagi undangan mengakses dan membeli secara retail.

SP : Jadi penjualan retail lebih ditekankan dalam gelaran pop-up store?

AC : Terkadang ada buyer yang awalnya membeli secara retail karena bagus. Dia suka dengan kualitasnya desain dan bahannya, di samping harganya yang reasonable, masuk akal. Dari pembelian retail itu kemudian berlanjut ke arah bisnis.

SP : Apakah para desainer Indonesia itu siap ekpor?

AC : Di antara para desainer yang ikut dalam peragaan busana kemarin ada yang secara produksi sudah siap untuk melakukan ekspor, namun ada juga yang belum siap mengekspor karya-karya mereka. Namun, sebenarnya kita memang tidak menargetkan mendapat buyer kelas kakap yang akan memesan secara masal. Sejatinya misi kami adalah mempromosikan wastra Indonesia yang dikerjakan oleh artisan lokal di mana mereka pada umumnya tidak bisa melayani produksi masal seperti sebuah pabrik tekstil. Jadi kita berharap ada buyer tapi bukan buyer yang memesan dalam kuantitas masif jika menginginkan busana berunsur wastra tradisional Indonesia.

Misi kami sebenarnya adalah selain agar brand-brand Indonesia mulai dikenal, juga agar mulai ada penjualan yang sifatnya b to b (business to business) atau gross sale (penjualan grosir) yang ke depannya akan kembali memesan meskipun seandainya desainernya tidak bisa datang lagi ke Paris, tapi bekerja sama dengan kami dalam bentuk mengirimkan koleksi mereka untuk koleksi mereka.

Foto : kredit by Ipank Andar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *