Dialog antar Agama: Promosikan Pluralitas dan Kerukunan Beragama Masyarakat Indonesia di Jerman
Sabtu 2 Maret 2024, bertempat di Steyler Missionare di Sankt Augustin di Bundesland Nordrhein Westfallen acara “Dialog Antar Agama” berlangsung. Kegiatan yang dimulai sejak pukul 11 pagi waktu Eropa ini dibuat tentu saja berkaca dari keberagaman dan keharmonisan kehidupan antar agama di Tanah Air.
Turut hadir dalam kegiatan ini Duta Besar RI untukJerman Arif Havas Oegroseno yang memberikan sambutan lewat daring, kemudian Konjen RI Frankfurt Antonius Yudi Triantoro, dan Konjen RI Hamburg Renata Siagian.
Acara ini mengambil tema “How is Indonesian Religious Harmony Practised in Germany?” Menghadirkan sejumlah panelis, yakni I Ketut Adnyana dari Nyaman Braya Bali, Prof. Dr, Phil. Sahiron MA, Romo Vincencius Adi Gunawan yang merupakan Lecturer of the Philosophisch-TheologischeHochschule SVD Sankt Agustin dan Rȕstu Aslandur (DM Deutschprachige Muslimkreis Karlsruhe),
Lalu Rȕstu Aslandur dalam paparannya menyampaikan sejumlah aktivitas komunitas Muslim di Jerman (DMK) dalam upaya membangun harmoni dengan umat agama lain seperti: dialog dengan komunitas Yahudi, kunjungan ke Sinagog dan melibatkan anak-anak dalammembangun Garten of Religion. Selama 15 tahun terakhir DMK rutin mengirimkan ucapan Natal kepada penduduk local dan doa kedamaian dengan komunitas agama lain.
Sementara, I Ketut Adnyana ungkapkan menggambarkan kalau komunitas Hindu di Jerman itu tidak ekslusif bagi mereka yang beragama Hindu, tetapi juga sebagai untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya
Dr. VinsensiusAG menguraikan tentang semangat gereja dalam menolak kekerasan dan diskriminasi. Semangat tersebut penting untuk terus dikembangkan oleh semua komunitas umat beragama terlebih sebagaimanusia dimana kesadaran sebagai sesama manusia semestinya mampu melahirkan spirit keharmonisan.
Prof. Sahiron mencermati pengamalan dan tantangan Indonesia dalam membangun moderasi beragama. Setidaknya 4 hal penting yang perlu untuk terus dikuatkan yakni: toleransi, anti kekerasan, penghormatan terhadap tradisi dan kearifan local, sertakomitmen kebangsaan. Dalam pandangannya, moderasi beragama memiliki landasan hukum yang kuat dalam Islam baik dalam Al-Qur’an maupun sunnah sebagaimana ketika Nabi Muhammad beserta seluruh warga di Madinah dengan berbagai keragaman suku dan agama menghasilan Piagam Madinah.
Sebelumnya, melalui sambutan tertulis, Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas menggambarkan tradisi dan kepercayaan di Indonesia telah mendorong warga negara untuk memahami, menggambarkan dan menerjemahkan perbedaan menjadi fakta yang dapat dipahami dan disesuaikan dengan interaksi sosial di antara sesama warga negara. Namun demikian Indonesia juga memiliki sejarah dimana harus bekerja keras untuk perbedaan, mengatasi konflik dan tekanan untuk memperkuat harmoni dan toleransi.
Sekitar 150 orang yang merupakan tokoh komunitas dan organisasi keagamaan, diaspora Indonesia di Jerman, Belgia, dan Belanda hadir. Begitu pula para kiai dan Nyai pengasuh pondok pesantren di Indonesia diantaranya: KH.Zahrul Azhar Asumta (Darul Ulum Jombang), KH.Syarif Abubakar (Daarut Tazkiyah), KH. Jazilus Sakhok(Nurul Ihsan Yogyakarta), KH. Muhammad Najib (Al Anwar 3), KH. Hadi Musa Said (Al HikamussalafiyahCipulus) dan Nyai Zulia Khoirun Nisa (Darul Huda).
Putri Ramadani Jumadi selaku ketua penyelenggara ungkapkan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi oleh situasi global meningkatnya polarisasi, ekstrimisme, dan xenophobia terhadap agama. Demikian di tingkat lokal Jerman sendiri terjadi peningkatan keberagaman karena arus migrasi dan globalisas. Selain ia juga tambahkan kegiatan ini sebagai jalan promosikan kehidupan pluratias orang Indonesia di Jerman, ”ini sebagai wadah untuk memupuk rasa moderat dalam diri masing-masing juga promosikan kehidupan moderasi orang diaspora Indonesia di sini”
Kegiatan yang juga diisi aneka hiburan seperti tarian bali dan musik gambus ini terselenggara berkat kerjasama Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Jerman dengan Steyler Missionare Sankr Agustin Jerman, Kementerian Agama Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Indonesia.
Mungkin orang asing lebih terbuka dalam bicarakan perbebdaan agama termasuk soal islam phobia, berbeda dengan di Indonesia ya?