Perayaan 17 Agustusan, Deklarasi cintaku Pada Tanah Air

Catatan Sita S Phulpin

Sejak remaja saya suka melihat upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih di istana negara yang ditayangkan secara langsung lewat televisi. Senang saja menyaksikan seremoninya. Derap gagah para prajurit muda dan barisan tim paskibraka yang terdiri dari muda-mudi pilihan dari berbagai daerah menjadi sebuah pertunjukan sendiri. Begitu juga saat penyerahan bendera dari presiden pada pembawa bendera untuk dikibarkan. Bahkan ikut deg-degan jangan sampai ada insiden fatal bendera terkibar secara terbalik! Sesuatu hal yang hampir mustahil terjadi tentunya. Terus terang ada rasa bangga menyaksikan upacara pengibaran bendera.

Perasan haru juga menyelinap di hati saat mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Gugur Bunga didengungkan. Lagu melankolik gubahan Ismail Marzuki yang bergaung saat mengheningkan cipta sangat menyentuh. Berkat mereka yang gugur di medan perang demi kemerdekaan Indonesialah kita tak lagi menjadi masyarakat kelas kedua di negeri sendiri. Kita terbebas dari perasaan tak sederajat dengan bangsa asing yang menjajah. Kita terentas dari kebodohan akibat pendidikan yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu pada jaman kolonial.

Kini setelah tinggal jauh dari tanah air tak ada lagi kebiasaan nongkrong di depan televisi menyaksikan siaran langsung upacara bendera dari istana negara. Sebagai gantinya saya berusaha mengikuti upacara pengibaran bendera yang diselenggarakan oleh KBRI Paris. Jika sedang tidak bepergian ke luar kota dengan senang hati saya datang ke upacara peringatan kemerdekaan yang diadakan tiap tahun di Wisma Duta. Kediaman resmi duta besar RI memang berhalaman cukup luas untuk bisa menggelar upacara bendera. Biasanya tak hanya warga negara Indonesia saja yang hadir. Tampak pula beberapa warga asing yang hadir. Pada umumnya mereka adalah pasangan atau anak-anak Prancis yang salah satu orang tuanya warga Indonesia. 

Ada beberapa alasan mengapa saya berusaha datang ke acara peringatan kemerdekaan. Pertama, menghadiri upacara kenaikan bendera adalah wujud deklarasi cinta saya pada Indonesia. Terdengar lebay, tapi secara pribadi saya merasa perlu melakukannya jika memungkinkan. Seperti halnya saya merasa perlu datang ke rumah orang tua saat hari raya agama. Mungkin perasaan itu pula yang dirasakan banyak masyarakat Indonesia di perantauan.

Yang menarik jika tinggal di Indonesia ikut upacara bendera karena diwajibkan oleh sekolah atau tempat bekerja, saat tinggal di luar negeri di mana tidak ada kewajiban ikut upacar bendera, malah timbul keinginan dari diri sendiri untuk mengikuti upacara bendera. Mungkin bauran antara kerinduan dan rasa cinta pada tanah air pulalah yang membuat masyarakat Indonesia yang hadir pada upacara bendera di Wisma Duta sontak menyanyi 17 Agustus Tahun 1945 karya H. Mutahar dari kaset rekaman. Padahal tak ada yang meminta maupun memberi aba-aba. Lupa bahwa upacara bendera belum berakhir. Ternyata hidup jauh di perantauan justru membuat kita lebih mencintai negeri sendiri. Kita lebih mampu melihat keindahannya yang dulu sering tak disadari.

Alasan kedua, bagi saya acara 17 Agustusan menjadi ajang bersilaturahmi dengan sesama warga negara Indonesia termasuk dengan para pejabat dan pegawai KBRI. Apalagi selesai upacara selalu ada berbagai acara menarik dan tentu saja kesempatan menikmati masakan Indonensia yang enak-enak itu. Bukan Indonesia namanya kalau tak ada sajian makanannya. Suatu acara terutama suatu perayaan tdak afdol rasanya jika tak ada suguhan makanan. Begitu juga pada acara perayaan 17 Agustus kemarin. Ada sate, siomay Bandung, bakso, es buah, es krim, dll. Semuanya sedap. 

Pesta perayaan kemerdekaan ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh duta besar RI untuk Prancis, bapak Muhammad Oemar sebagai rasa syukur bangsa Indonesia. Potongan tumpeng diberikan pada salah satu sesepuh komunitas Indonesia di Paris.

Jika upacara bendera dikomamdani oleh kol. Inf. Felix Lumban Tobing, atase pertahanan KBRI di Prancis, maka pada bagian acara hiburan dipandegani oleh ibu Dethi Gani, sekretaris pertama KBRI Paris. Serangkaian acara menarik telah disiapkan. Ada kuis, undian berhadiah, karnaval anak-anak berpakaian berbagai daerah nusantara dan pertunjukan musik. 

Kuis pengetahuan umum seputar hari kemerdekaan tak hanya diikuti oleh yang hadir secara fisik di Wisma Duta. Banyak juga yang mengikuti secara daring melalui aplikasi yang bisa diunduh melalui smartphone. Pengumuman nomer-nomer undian yang beruntung  mendapat hadiah membuat acara makin seru. Macam-macam hadiahnya, termasuk sepeda lipat yang merupakan hadiah utama. 

Dubes RI membuat kejutan!

Sepanjang siang itu hadirin juga disuguhi pertunjukan musik. Hiburan musik diawali dengan penampilan penyanyi cilik Audrey Adararila, Rania Salsabila, Aqila Putri Tangjaya dan Alzena Putri Tangjaya. 

Perayaan kemerdekaan makin semarak dengan hadirnya band yang salah satu personilnya adalah atase pertahanan RI di Paris. Dan, yang mengejutkan ternyata duta besar RI di Prancis memendam bakat menyanyi dan berpuisi! Dengan suara indah, beliau membawakan lagu “Kebyar-kebyar“ karya Gombloh.

Beberapa karyawan KBRI lainnya dan anggota paskibra pun tak ketinggalan tampil menyanyi di panggung. Gayeng sekali. Apalagi saat lagu-lagu dangdut ditampilkan. Tak pelak lagi hadirin berjoget ria.

Demikianlah keguyuban terjalin di antara para diplomat, staff lokal dan masyarakat Indonesia. Inilah sebenarnya inti perayaan 17 Agustusan. Keguyuban, kebersamaan antar warga seraya mengingat makna kemerdekaan itu sendiri. Semoga tradisi tujuh belasan tetap lestari baik di Indonesia sendiri maupun di manca negara di mana ada warga Indonesia. 

Satu tanggapan untuk “Perayaan 17 Agustusan, Deklarasi cintaku Pada Tanah Air

  • 31 Agustus 2022 pada 19 h 33 min
    Permalink

    Selalu suka baca tulisannya mbak Sita, selalu asik dibaca

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *