Pertunjukan Tari dan ‘Workshop’ Membatik di Tengah Taman Bambu di Arièges, Prancis Selatan

Catatan Dara Arief

Berawal dari inisiatif diaspora Indonesia yang tergabung dalam kelompok “Kirana Budaya” di Toulouse untuk kembali menyelenggarakan acara seni budaya, bekerja sama dengan komunitas pecinta batik “Batik en Provence”, maka pada hari Sabtu, 29 April 2023 diselenggarakanlah acara yang diberi tajuk “Batik et Danse d’Indonesia” di Parc aux Bambous, Lapenne, Ariège, Prancis selatan.

Parc aux Bambous, taman seluas 5 hektar yang dipenuhi oleh berbagai jenis pohon bambu, pepohonan, bunga-bunga dan berbagai tanaman lainnya tertata dengan asri dan dilengkapi sebuah café/restoran, dimiliki oleh Ifa dan Didier Diroux.

Melalui promosi yang dilakukan oleh para diaspora dan media lokal, acara ini berhasil menghadirkan lebih dari 210 pengunjung yang berasal dari berbagai kota di Region Occitanie dan sekitarnya. Tidak kurang dari 16 mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia turut hadir membantu penyelenggaraan acara.

Semenjak beberapa hari sebelumnya, taman ini sudah mulai dihias dengan berbagai ornamen tradisional seperti wayang, payung bali, patung ukiran Indonesia serta tentu saja kain batik yang digantungkan di atas pepohonan yang melambai-lambai dengan indahnya kala ditiup angin.

Para penari yang akan mengisi acara juga sudah berlatih jauh-jauh hari agar dapat menyuguhkan penampilan terbaik mereka. Sementara untuk calon peserta ‘workshop’ batik jauh sebelum berakhir tenggat waktu pendaftaran, kuotanya sudah terisi penuh, sehingga dari rencana hanya diperuntukan bagi 20 peserta, ditambah 5 peserta lagi.

Foto. Susy Barrat

Stand penjualan yang terbuat dari batang bambu turut memeriahkan taman dan menjual berbagai kerajinan tradisional, batik, kue-kue khas Indonesia, minuman, makanan lainnya termasuk baso yang laris manis.

Foto Susy Barrat

Ketika hari-H tiba, panitia sempat dibuat cemas karena mendung yang menggayut dari pagi. Namun, Alhamdulillah hujan baru mulai turun sore harinya ketika acara telah berakhir.

Foto Susy Barrat

Acara yang juga didukung oleh KJRI Marseille ini dibuka oleh Konjen RI Marseille dengan simbol pemukulan gong. Dalam sambutannya Konjen Arief Basalamah menyambut baik kegiatan promosi budaya yang diinisiasi oleh diaspora Indonesia dan memberikan apresiasi tinggi pada para penyelenggara termasuk keluarga Prancis mereka yang ikut sibuk membantu.

Konjen RI Arief Basalamah membuka acara

Konjen RI mengharapkan kegiatan tersebut dapat didukung pemerintah daerah setempat menjadi agenda tahunan yang akan menambah keeratan hubungan rakyat Indonesia-Prancis.

Foto Susy Barrat

Selain kain batik dan kain tenun, pada kesempatan ini dipertunjukan pula berbagai pewarnaan alam yang dapat dipergunakan untuk mewarnai batik seperti indigo, kayu secang, kunyit, dan lain-lain. Ya, kali ini ‘workshop’ batik memang mengambil tema pewarnaan alam yang tentu saja ramah lingkungan sehingga pastinya dapat lebih diterima oleh warga Prancis yang sangat sadar lingkungan.

Ninik Wiratno Taurand adalah penggerak utama kegiatan ini sehingga didaulat menjadi ketua panitia penyelenggara, juga memberikan sambutannya kepada hadirin.

Foto Susy Barrat

Untuk acara seni budaya berturut-turut ditampilkan berbagai tarian, dimulai oleh tarian Pakarena dari Sulawesi Selatan oleh Aimée dan Anggi, Ronggeng Blantek Betawi oleh Hanna, Padupa dari Sulawesi Selatan oleh Aimée, Tari Ruai dari Kalimantan oleh Bintang dan putri-putrinya, Gambyong oleh Sandra, dan tarian Jaipong oleh Hanna.

Sesekali MC Yuli Dejean menginterupsi dengan mengajukan pertanyaan mengenai Indonesia kepada pengunjung dan membagikan hadiah bagi yang berhasil menjawab.

Peragaan busana batik juga ikut memeriahkan acara yang diperagakan oleh para diaspora dewasa, remaja maupun anak-anak untuk dapat memberikan inspirasi kepada para pengunjung bagaimana selembar kain batik dapat dikenakan dengan berbagai gaya.

Pada kegiatan ‘workshop’ batik, Esti Georges dari komunitas “Batik en Provence” menjelaskan pengetahuan dasar mengenai batik dan juga teknik membatik sehingga pada saat membatik para peserta dapat menggunakan canting dan malam yang telah disediakan. Esti, yang juga merupakan organisatoris acara ini, memperkenalkan pula pewarna alam yang ramah lingkungan. Ia menambahkan perlunya melakukan upaya pengembangan agar dapat diperoleh lebih banyak warna alam yang ekonomis, dapat diproses cepat dan tentu saja tetap ‘eco-friendly’.

Marianne Gunanto pemilik Toko Ada di La Garde dan Ninik Wiratno selanjutnya membagi pengalaman mereka tentang penggunaan pewarnaan alam ini.

Foto Susy Barrat

Para peserta batik yang mayoritas adalah warga Prancis, hampir semua mengatakan bahwa ini adalah pengalaman membatik pertama mereka. Memang terlihat tidak mudah saat pertama kali mereka menorehkan malam di atas selembar kain, namun selanjutnya mereka tampak asik menikmati proses yang dilakukan.

Selanjutnya, selembar kain yang sudah dibatik ini dengan dipandu oleh Budi Gunanto dari ‘Batik en Provence’ menjalani proses pewarnaan. Kali ini daun teh yang dipilih sebagai bahan pewarnanya. Warna kemudian diperkuat melalui proses fiksasi dengan menggunakan tunjung. Dapat dilihat wajah-wajah takjub pengunjung ketika menyaksikan perubahan warna teh menjadi jingga setelah proses fiksasi dan semakin terkagum setelah malam/lilin ‘dilorod’ atau diluruhkan dari kain, sehingga akhirnya memunculkan gambar batik yang indah.

Jeanne, peserta yang diaspora Malaysia berhasil memenangkan hadiah kejutan karena batik yang ia buat dinilai sebagai batik terbaik karena paling rapih dan gambarnya tembus merata ke sisi balik kain. Hadiah berupa selendang sutra batik akhirnya menjadi miliknya. Ia sendiri mengungkapkan kesenangan dan kebanggaannya akan batik yang dibuatnya dan berkeinginan belajar membatik lebih lanjut.

Sepanjang kegiatan membatik berjalan, pengunjung tetap disuguhkan pertunjukan budaya sehingga suasana tetap hidup dan menyenangkan.

Menutup acara ‘workshop’, para peserta berfoto dengan bangganya memegang batik hasil karya sendiri. Beberapa pengunjung menanyakan kapan kegiatan yang sama dilakukan lagi karena mereka ingin menjadi peserta.

Rangkaian kegiatan diakhiri dengan menarikan Poco-poco dan Maumere mengajak pengunjung bergembira. Beberapa pengunjung menyampaikan rasa senang dan apresiasi mereka karena menyaksikan pertunjukan yang menarik dengan atmosfir yang menyenangkan. Penyelenggara juga bersyukur bahwa acara dapat berlangsung dengan baik dan lancar serta berharap agar tahun mendatang dapat menyelenggarakan acara serupa.

3 tanggapan untuk “Pertunjukan Tari dan ‘Workshop’ Membatik di Tengah Taman Bambu di Arièges, Prancis Selatan

  • 3 Mei 2023 pada 12 h 07 min
    Permalink

    Wah senang sekali membacanya. Suami saya org Perancis, saat ini kami berlibur di rumah mertua di Beziers… cukup lama sampai ahir Mei ini… senang bisa membaca informasi diaspora Indonesia di sini… semoga ada kesempatan saya bergabung untuk berbagi pengetahuan saya ttg Ecoprint . IG saya: @aseupan_daun dan @lejardinrestaurantbelitung
    Salam sehat yaa utk semua
    Salam,
    Anie Bratic

    Balas
  • 15 Mei 2023 pada 5 h 13 min
    Permalink

    Wuih keren banget acaranya. Selamat ya para diaspora Indonesia di Prancis,.salut deh

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *